Definisi CyberCrime++
1.Pengertian
Cybercrime
Cybercrime
adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer
sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan
perkembangan teknologi computer khusunya internet.
Cybercrime
didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi
computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Karakteristik
Cybercrime
Dalam
perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal dengan :
1. Kejahatan
kerah biru
2. Kejahatan
kerah putih
Cybercrime
memiliki karakteristik unik yaitu :
1. Ruang
lingkup kejahatan
2. Sifat
kejahatan
3. Pelaku
kejahatan
4. Modus
kejahatan
5. Jenis
kerugian yang ditimbulkan
Dari beberapa karakteristik diatas,
untuk mempermudah penanganannya maka
cybercrime
diklasifikasikan :
- Cyberpiracy : Penggunaan
teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan
informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
- Cybertrespass : Penggunaan
teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu
organisasi atau indifidu.
- Cybervandalism : Penggunaan
teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi
elektronik, dan menghancurkan data dikomputer
a.
Perkembangan cyber crime di dunia
Awal mula
penyerangan didunia Cyber pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan istilah:
Cyber Attack. Pada saat itu ada seorang
mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang
program computer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di
dunia yang terhubung ke internet. Pada tahun 1994 seorang bocah sekolah musik
yang berusia 16 tahun yang bernama Richard Pryce, atau yang lebih dikenal
sebagai “the hacker” alias “Datastream Cowboy”, ditahan lantaran masuk secara
ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari
Griffits Air Force, NASA dan Korean Atomic Research
Institute atau badan penelitian atom Korea. Dalam interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan
cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya
seorang mentor, yang memiliki julukan “Kuji“. Hebatnya, hingga saat ini sang
mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.
Di Indonesia
sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi
dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara
terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh
para hacker, cracker dan carder lokal.
Virus
komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami
“outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003, epicenter virus computer
dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika dan beberapa negara lainnya
seperti Jepang, Australia, dan India. Namun hasil penelitian mengatakan
di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi
epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk
dalam 10 besar.
Seterusnya 5
tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang
meneruskan perkembangan virus2 yang saat ini mengancam komputer kita
semua… dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang
kurang bagus… alasannya? mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan
dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk
bergerak karna pengaturan yang ketat dan system kontrol yang lebih high-tech
lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat
c. Perkiraan
perkembangan cyber crime di masa depan
Dapat
diperkirakan perkembangan kejahatan cyber kedepan akan semakin
meningkat
seiring dengan perkembangan teknologi atau globalisasi dibidang teknologi
informasi
dan komunikasi, sebagai berikut :
Serangan
tujuan ini adalah untuk memacetkan system dengan mengganggu akses dari pengguna
jasa internet yang sah. Taktik yang digunakan adalah dengan mengirim atau
membanjiri situs web dengan data sampah yang tidak perlu bagi orang yang
dituju. Pemilik situs web menderita kerugian, karena untuk mengendalikan atau
mengontrol kembali situs web tersebut dapat memakan waktu tidak sedikit yang
menguras tenaga dan energi.
Situs ini
sering digunakan oleh hackers untuk saling menyerang dan melontarkan
komentar-komentar yang tidak sopan dan vulgar yang dikelola oleh para
“ekstrimis” untuk menyerang pihak-pihak yang tidak disenanginya. Penyerangan
terhadap lawan atau opponent ini sering mengangkat pada isu-isu rasial, perang
program dan promosi kebijakan ataupun suatu pandangan (isme) yang dianut oleh
seseorang / kelompok, bangsa dan negara untuk bisa dibaca serta dipahami orang
atau pihak lain sebagai “pesan” yang disampaikan.
adalah
segala bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki oleh user atau junk e-mail
yang sering memakai folder serta tidak jarang dengan pemaksaan. Walaupun e-mail
“sampah” ini tidak dikehendaki oleh para user.
3.
Jenis-jenis Cybercrime
Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya
- Unauthorized Access to Computer
System and Service
Kejahatan
yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan
komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik
system jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang
untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi
tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi
internet/intranet.
Kita tentu
tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di
tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker
(Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah
berhasil menembus masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online (AOL),
sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce, yang
memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para
hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu
lamanya.
Merupakan
kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal
yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau
mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong
atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain,
hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang
merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan
yang sah, dan sebagainya.
Merupakan
kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan
sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan
pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik”
yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
Merupakan
kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan
mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan
komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya
ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data
pentingnya tersimpan dalam suatu system yang computerized.
- Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan
ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap
suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung
dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu
logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data,
program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak
berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh
pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku
kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data,
program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut,
tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai
cyberterrorism.
- Offense against Intellectual
Property
Kejahatan
ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain
di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs
milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang
ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
Kejahatan
ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat
pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan
pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan
secara computerized,yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan
korban secara materilmaupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN
ATM, cacat atau penyakittersembunyi dan sebagainya.
Kejahatan
dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system
keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan
anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah
menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik
dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram
dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada
yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
Adalah
kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi
dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan
orang tersebut baik materil maupun non materil.
2.Jenis-jenis
cybercrime berdasarkan motif Cybercrime terbagi menjadi 2 yaitu:
- Cybercrime sebagai tindakan
kejahatan murni :
Dimana orang
yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang
tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan,
pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system
computer.
- Cybercrime sebagai tindakan
kejahatan abu-abu :
Dimana
kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia
melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan
perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
Selain dua
jenis diatas cybercrime berdasarkan motif terbagi menjadi
a.
Cybercrime yang menyerang individu :
Kejahatan
yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang
bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk
mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
b.
Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) :
Kejahatan
yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan,
memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi
materi/nonmateri.
c.
Cybercrime yang menyerang pemerintah :
Kejahatan
yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror,
membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk
mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
2.3. Contoh Kasus Cybercrime
Contoh kasus
di Indonesia
Pencurian
dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari
sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka
yang dicuri dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang
dilakukan secara fisik, pencurian account cukup menangkap userid dan password
saja. Hanya informasi yang dicuri.
Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya benda
yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh
yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunaan dibebani biaya
penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah
diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak
situs web. Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah
mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat
dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu,
statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya.
Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum
masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang
dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat
servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil
scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server
Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia
nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci
yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan
firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan
kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah
mencurigakan. Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port
scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang
paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan
Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows).
Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis
operating system yang digunakan. Sedemikian kompleksnya bentuk kejahatan
mayantara dan permasalahnnya menunjukan perlunya seorang profesional yang
secara khusus membidangi permasalahan tersebut untuk mengatasi atau setidaknya
mencegah tindak kejahatan cyber dengan keahlian yang dimilikinya. Demikian pula
dengan perangkat hukum atau bahkan hakimnya sekalipun perlu dibekali
pengetahuan yang cukup mengenai kejahatan mayantara ini disamping tersedianya
sarana yuridis (produk undang-undang) untuk menjerat sang pelaku.
http://balianzahab.wordpress.com/artikel/penyidikan-terhadap-tindak-pidana-cybercrime/
Menurut
Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Pasal 1 angka 13 penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Dalam memulai penyidikan tindak pidana Polri menggunakan
parameter alat bukti yang sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP yang dikaitkan
dengan segi tiga pembuktian/evidence triangle untuk memenuhi aspek
legalitas dan aspek legitimasi untuk membuktikan tindak pidana yang terjadi.
Adapun rangkaian kegiatan penyidik dalam melakukan penyidikan adalah
Penyelidikan, Penindakan, pemeriksaan dan penyelesaian berkas perkara.
1.
Penyelidikan
Tahap
penyelidikan merupakan tahap pertama yang dilakukan oleh penyidik dalam
melakukan penyelidikan tindak pidana serta tahap tersulit dalam proses
penyidikan mengapa demikian? Karena dalam tahap ini penyidik harus dapat
membuktikan tindak pidana yang terjadi serta bagaimana dan sebab – sebab tindak
pidana tersebut untuk dapat menentukan bentuk laporan polisi yang akan dibuat.
Informasi biasanya didapat dari NCB/Interpol yang menerima surat pemberitahuan
atau laporan dari negara lain yang kemudian diteruskan ke Unit cybercrime/ satuan
yang ditunjuk. Dalam penyelidikan kasus-kasus cybercrime yang modusnya
seperti kasus carding metode yang digunakan hampir sama dengan
penyelidikan dalam menangani kejahatan narkotika terutama dalam undercover
dan control delivery. Petugas setelah menerima informasi
atau laporan dari Interpol atau merchant yang dirugikan melakukan
koordinasi dengan pihak shipping untuk melakukan pengiriman barang.
Permasalahan yang ada dalam kasus seperti ini adalah laporan yang masuk terjadi
setelah pembayaran barang ternyata ditolak oleh bank dan barang sudah diterima
oleh pelaku, disamping adanya kerjasama antara carder dengan karyawan shipping
sehingga apabila polisi melakukan koordinasi informasi tersebut akan bocor
dan pelaku tidak dapat ditangkap sebab identitas yang biasanya dicantumkan
adalah palsu.
Untuk kasus hacking
atau memasuki jaringan komputer orang lain secara ilegal dan melakukan
modifikasi (deface), penyidikannya dihadapkan problematika yang rumit,
terutama dalam hal pembuktian. Banyak saksi maupun tersangka yang berada di
luar yurisdiksi hukum Indonesia, sehingga untuk melakukan pemeriksaan maupun
penindakan amatlah sulit, belum lagi kendala masalah bukti-bukti yang amat
rumit terkait dengan teknologi informasi dan kode-kode digital yang membutuhkan
SDM serta peralatan komputer forensik yang baik. Dalam hal kasus-kasus lain
seperti situs porno maupun perjudian para pelaku melakukan hosting/
pendaftaran diluar negeri yang memiliki yuridiksi yang berbeda dengan
negara kita sebab pornografi secara umum dan perjudian bukanlah suatu kejahatan
di Amerika dan Eropa walaupun alamat yang digunakan berbahasa Indonesia dan
operator daripada website ada di Indonesia sehingga kita tidak dapat
melakukan tindakan apapun terhadap mereka sebab website tersebut
bersifat universal dan dapat di akses dimana saja. Banyak rumor beredar yang
menginformasikan adanya penjebolan bank-bank swasta secara online oleh hacker
tetapi korban menutup-nutupi permasalahan tersebut. Hal ini
berkaitan dengan kredibilitas bank bersangkutan yang takut apabila kasus ini
tersebar akan merusak kepercayaan terhadap bank tersebut oleh masyarakat. Dalam
hal ini penyidik tidak dapat bertindak lebih jauh sebab untuk mengetahui arah
serangan harus memeriksa server dari bank yang bersangkutan, bagaimana kita
akan melakukan pemeriksaan jika kejadian tersebut disangkal oleh bank.
2.
Penindakan
Penindakan
kasus cybercrime sering mengalami hambatan terutama dalam penangkapan
tersangka dan penyitaan barang bukti. Dalam penangkapan tersangka sering kali
kita tidak dapat menentukan secara pasti siapa pelakunya karena mereka
melakukannya cukup melalui komputer yang dapat dilakukan dimana saja tanpa ada
yang mengetahuinya sehingga tidak ada saksi yang mengetahui secara
langsung. Hasil pelacakan paling jauh hanya dapat menemukan IP Address dari
pelaku dan komputer yang digunakan. Hal itu akan semakin sulit apabila
menggunakan warnet sebab saat ini masih jarang sekali warnet yang melakukan
registrasi terhadap pengguna jasa mereka sehingga kita tidak dapat mengetahui
siapa yang menggunakan komputer tersebut pada saat terjadi tindak pidana.
Penyitaan barang bukti banyak menemui permasalahan karena biasanya
pelapor sangat lambat dalam melakukan pelaporan, hal tersebut membuat
data serangan di log server sudah dihapus biasanya terjadi pada kasus deface,
sehingga penyidik menemui kesulitan dalam mencari log statistik yang terdapat
di dalam server sebab biasanya secara otomatis server menghapus log yang ada untuk
mengurangi beban server. Hal ini membuat penyidik tidak menemukan data yang
dibutuhkan untuk dijadikan barang bukti sedangkan data log statistik merupakan
salah satu bukti vital dalam kasus hacking untuk menentukan arah
datangnya serangan.
3. Pemeriksaan
Penerapan
pasal-pasal yang dikenakan dalam kasus cybercrime merupakan suatu
permasalahan besar yang sangat merisaukan, misalnya apabila ada hacker yang
melakukan pencurian data apakah dapat ia dikenakan Pasal 362 KUHP? Pasal
tersebut mengharuskan ada sebagian atau seluruhnya milik orang lain yang
hilang, sedangkan data yang dicuri oleh hacker tersebut sama sekali
tidak berubah. Hal tersebut baru diketahui biasanya setelah selang waktu yang
cukup lama karena ada orang yang mengetahui rahasia perusahaan atau menggunakan
data tersebut untuk kepentingan pribadi. Pemeriksaan terhadap saksi dan korban
banyak mengalami hambatan, hal ini disebabkan karena pada saat kejahatan
berlangsung atau dilakukan tidak ada satupun saksi yang melihat (testimonium de
auditu). Mereka hanya mengetahui setelah kejadian berlangsung karena
menerima dampak dari serangan yang dilancarkan tersebut seperti tampilan yang
berubah maupun tidak berfungsinya program yang ada, hal ini terjadi untuk
kasus-kasus hacking. Untuk kasus carding, permasalahan yang ada
adalah saksi korban kebanyakan berada di luar negeri sehingga sangat
menyulitkan dalam melakukan pelaporan dan pemeriksaan untuk dimintai keterangan
dalam berita acara pemeriksaan saksi korban. Apakah mungkin nantinya hasil BAP
dari luar negri yang dibuat oleh kepolisian setempat dapat dijadikan
kelengkapan isi berkas perkara? Mungkin apabila tanda tangan digital (digital
signature) sudah disahkan maka pemeriksaan dapat dilakukan dari jarak jauh
dengan melalui e-mail atau messanger. Internet sebagai sarana
untuk melakukan penghinaan dan pelecehan sangatlah efektif sekali untuk
“pembunuhan karakter”. Penyebaran gambar porno atau email yang
mendiskreditkan seseorang sangatlah sering sekali terjadi. Permasalahan
yang ada adalah, mereka yang menjadi korban jarang sekali mau menjadi saksi karena
berbagai alasan. Apabila hanya berupa tulisan atau foto2 yang tidak
terlalu vulgar penyidik tidak dapat bersikap aktif dengan langsung menangani
kasus tersebut melainkan harus menunggu laporan dari mereka yang merasa
dirugikan karena kasus tersebut merupakan delik aduan (pencemaran nama baik dan
perbuatan tidak menyenangkan).
Peranan
saksi ahli sangatlah besar sekali dalam memberikan keterangan pada kasus cybercrime,sebab
apa yang terjadi didunia maya membutuhkan ketrampilan dan keahlian yang
spesifik. Saksi ahli dalam kasus cybercrime dapat melibatkan lebih
dari satu orang saksi ahli sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, misalnya
dalam kasus deface, disamping saksi ahli yang menguasai desain grafis
juga dibutuhkan saksi ahli yang memahami masalah jaringan serta saksi ahli yang
menguasai program.
4.
Penyelesaian berkas perkara
Setelah
penyidikan lengkap dan dituangkan dalam bentuk berkas perkara maka permasalahan
yang ada adalah masalah barang bukti karena belum samanya persepsi diantara
aparat penegak hukum, barang bukti digital adalah barang bukti dalam kasus cybercrime
yang belum memiliki rumusan yang jelas dalam penentuannya sebab digital
evidence tidak selalu dalam bentuk fisik yang nyata. Misalnya untuk kasus
pembunuhan sebuah pisau merupakan barang bukti utama dalam melakukan pembunuhan
sedangkan dalam kasus cybercrime barang bukti utamanya adalah komputer
tetapi komputer tersebut hanya merupakan fisiknya saja sedangkan yang utama
adalah data di dalam hard disk komputer tersebut yang berbentuk file,
yang apabila dibuat nyata dengan print membutuhkan banyak kertas untuk
menuangkannya, apakah dapat nantinya barang bukti tersebut dalam bentuk compact
disc saja, hingga saat ini belum ada Undang- Undang yang mengatur mengenai
bentuk dari pada barang bukti digital (digital evidence) apabila
dihadirkan sebagai barang bukti di persidangan.
5.
UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PIHAK KEPOLISIAN
Untuk
meningkatkan penanganan kejahatan cyber yang semakin hari semakin
berkembang seiring dengan kemajuan teknologi maka Polri melakukan beberapa
tindakan, yaitu:
a. Personil
Terbatasnya
sumber daya manusia merupakan suatu masalah yang tidak dapat diabaikan, untuk
itu Polri mengirimkan anggotanya untuk mengikuti berbagai macam kursus di
negara–negara maju agar dapat diterapkan dan diaplikasikan di Indonesia, antara
lain: CETS di Canada, Internet Investigator di Hongkong, Virtual Undercover di
Washington, Computer Forensic di Jepang.
b. Sarana
Prasarana
Perkembangan
tehnologi yang cepat juga tidak dapat dihindari sehingga Polri berusaha
semaksimal mungkin untuk meng-up date dan up grade sarana dan
prasarana yang dimiliki, antara lain Encase Versi 4, CETS, COFE, GSM
Interceptor,
GI
2.
c. Kerjasama
dan koordinasi
Melakukan
kerjasama dalam melakukan penyidikan kasus kejahatan cyber karena
sifatnya yang borderless dan tidak mengenal batas wilayah, sehingga
kerjasama dan koordinasi dengan aparat penegak hukum negara lain merupakan hal
yang sangat penting untuk dilakukan.
d.
Sosialisasi dan Pelatihan
Memberikan
sosialisasi mengenai kejahatan cyber dan cara penanganannya kepada
satuan di kewilayahan (Polda) serta pelatihan dan ceramah kepada aparat penegak
hukum lain (jaksa dan hakim) mengenai cybercrime agar memiliki kesamaan
persepsi dan pengertian yang sama dalam melakukan penanganan terhadap kejahatan
cyber terutama dalam pembuktian dan alat bukti yang digunakan.
http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber_crime_tugas_besar_dunia_ti_indonesia.htm
Cyber Crime
Tugas Besar Dunia TI Indonesia
Kebutuhan akan teknologi Jaringan
Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui
Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan
terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui
jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui
dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan.
Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan
teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif
pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet,
masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi
Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime"
atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus
"CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking
beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan
memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke
dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan
adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang
yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah
perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah
Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan
Tindak Pidana). Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah
sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer,
khususnya jaringan internet dan intranet.
Mengacu pada kasus - kasus CyberCrime
yang tercatat banyakk terjadi oleh National Consumer League (NCL) dari Amerika
yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai berikut :
1. Penipuan Lelang On-line
a. Cirinya harga sangat rendah (hingga
sering sulit dipercayai) untuk produk - produk yang
yang diminati,
penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap per -
tanyaan melalui
email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.
b. Resiko Terburuk adalah pemenang lelang
mengirimkan cek atau uang, dan tidak memperoleh
produk atau
berbeda dengan produk yang diiklankan dan diinginkan.
c. Teknik Pengamanan yang disarankan
adalah menggunakan agen penampungan pembayaran
(escrow accounts
services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari harga
produk. Agen ini
akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke Pen-
jual hanya
setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam kondisi
yang memuaskan.
2. Penipuan Saham On-line
a. Cirinya tiba - tiba Saham Perusahaan meroket
tanpa info pendukung yang cukup.
b. Resiko Terburuk adalah tidak ada nilai
riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan
seluruh jumlah
investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian yang
terjadi.
3. Penipuan Pemasaran Berjenjang On-line
a. Berciri mencari keuntungan dari
merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara fiktif.
b. Resiko Terburuk adalah ternyata 98%
dari investor yang gagal.
c. Teknik Pengamanan yang disarankan
adalah jika menerima junk mail dengan janji yang bom-
bastis, lupakan
saja dan hapuslah pesan itu.
4. Penipuan Kartu Kredit (kini sudah menular di
Indonesia)
a. Berciri, terjadinya biaya misterius
pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan
Internet yang
tidak pernah dipesan oleh kita.
b. Resiko Terburuk adalah korban bisa
perlu waktu yang lama untuk melunasinya.
c. Teknik Pengamanan yang disarankan
antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi
online,
atau jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western
Union, atau
pilih hanya situs - situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment
Security
seperti
VeriSign.
Untuk menindak lanjuti CyberCrime
tentu saja diperlukan CyberLaw (Undang - undang khusus dunia Cyber/Internet).
Selama ini landasan hukum CyberCrime yang di Indonesia menggunakan KUHP (pasal
362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal
dampak yang ditimbulkan bisa berakibat sangat fatal. Indonesia dibandingkan
dengan USA, Singapura, bahkan Malaysia memang cukup ketinggalan dalam masalah
CyberLaw ini. Contohnya Singapura telah memiliki The Electronic Act 1998 (UU
tentang transaksi secara elektronik), serta Electronic Communication Privacy
Act (ECPA), kemudian AS mempunyai Communication Assistance For Law Enforcement
Act dan Telecommunication Service 1996.
Faktor lain yang menyebabkan
ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan CyberLaw ini adalah adanya ke-strikean
sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup membawa pengaruh bagi
perkembangan CyberLaw di Indonesia. Sikap pemerintah yang memandang minor
terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup memberikan dampak negatif
terhadap berlakunya CyberLaw di Indonesia. Kita lihat saja saat ini, apabila
pemerintah menemukan CyberCrime di Indonesia, maka mereka "terpaksa"
mengkaitkan CyberCrime tersebut dengan hukum yang ada, sebut saja KUHP, yang
ternyata bukanlah hukum yang pantas untuk sebuah kejahatan yang dilakukan di
CyberSpace. Akhirnya pemerintah, dalam hal ini POLRI, sampai saat ini ujung -
ujungnya lari ke CyberLaw Internasional yang notabene berasal dari AS.
Berdasarkan sikap pemerintah diatas,
menurut RM. Roy Suryo, pada waktu dulu selalu saja menganaktirikan Informasi
yang berasal dari Internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih banyak
memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga, image internet itu sendiri
di masyarakat lebih terasosi sebagai media pornografi. Padahal di negara -
negara maju, sebut saja USA, Singapura, dan Malaysia, mereka telah dapat
memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya, bahkan
untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar - benar memanfaatkan internet
sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun demikian,
Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan hal yang disebut
diatas, yaitu Nusantara 21, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan
masyarakat terhadap kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat
menjadi tidak percaya atau ragu - ragu terhadap fasilitas yang terdapat di
internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa Indonesia cukup ketinggalan
dalam menerapkan CyberLaw. Adanya masa kekosongan CyberLaw ini di Indonesia,
tentu saja membuat para hacker merasa leluasa untuk bertindak semaunya di
CyberSpace, untuk mengantisipasi tindakan tersebut, saat ini para pakar teknologi
kita seperti RM. Roy Suryo dan Onno W. Purbo bekerja sama dengan berbagai
pihak, baik dari pemerinta maupun swasta, membuat rancangan CyberLaw. Mengenai
rancangan CyberLaw ini, mengingat bahwa karakter CyberSpace selalu berubah
cepat dan bersifat global, sehingga bentuk CyberCrime dimasa depan sangat sulit
diramalkan. RM. Roy Suryo berpendapat sejak dulu bahwa sejak dulu piranti hukum
selalu ketinggalan dengan teknologinya, sehingga dalam CyberLaw ini nantinya
akan terdapat beberapa pasal yang bersifat terbuka, artinya selain pasal -
pasal tersebut bisa diamandemen, juga dpat dianalogikan terhadap hal - hal yang
bersifat global.
Landasan Hukum CyberCrime di Indonesia,
adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan
ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh CyberCrime bisa berakibat sangat
fatal. Beberapa indikator penyalahgunaan sarana dan prasarana di Internet,
antara lain :
1. Menjamurnya warnet hampir setiap propinsi di tanah
air yang dapat digunakan sebagai fasilitas
untuk melakukan tindak kejahatan
CyberCrime, disebabkan tidak tertibnnya sistem administrasi
dan penggunaan Internet Protocol/IP
Dinamis yang sangat bervariatif.
2. ISP (Internet Service Provider) yang belum
mencabut nomor telepon pemanggil yang meng -
gunakan Internet.
3. LAN (Local Area Network) yang mengakses
Internet secara bersamaan (sharing), namun
tidak mencatat dalam bentuk log file
aktifitas dari masing - masing client jaringan.
4. Akses Internet menggunakan pulsa premium, dimana untuk
melakukan akses ke Internet, tidak
perlu tercatat sebagai pelanggan sebuah
ISP.
Berbicara mengenai tindak kejahatan
(Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena
adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas
kejahatan, dan hukum. Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian besar menyebutkan
bahwa pelaku CyberCrime adalah para remaja yang berasal dari keluarga baik -
baik, bahkan berotak encer. Hukum positif di Indonesia masih bersifat "lex
loci delicti" yang mencakup wilayah, barang bukti, tempat atau fisik
kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi pelanggaran yang
mungkin terjadi di CyberSpace dapat dikatakan sangat bertentangan dengan hukum
positif yang ada tersebut.
Dalam CyberCrime, pelaku tampaknya
memiliki keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan terbagi dua : Blue Collar
Crime dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya dideskripsikan
memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik,
berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku
digambarkan sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan,
dsb. Untuk pelaku CyberCrime, pembagian teoritis demikian tampaknya kurang
mengena lagi. Karena dipacu oleh perkembangan teknologi yang pesat, telah
menghasilkan komunitas yang lebih kompleks. Dampak dari kehidupan yang semakin
kompleks, telah memperlebar celah - celah kriminalitas, maka Polri harus sedini
mungkin berperan secara aktif sebagai anggota masyarakat global Cyberspace.
CyberPolice merupakan polisi yang dilatih dan ditugaskan untuk menangani kasus
- kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya
CyberSpace. Andaikata CyberPolice tidak segera diwujudkan, maka semua kejahatan
yang timbul di dunia CyberSpace tidak dapat dijangkau oleh Polri. Beberapa
kasus penting yang pernah ditangani Polri dibidang CyberCrime adalah :
1. Cyber Smuggling, adalah laporan pengaduan dari US
Custom (Pabean AS) adanya tindak pe -
nyelundupan via internet yang dilakukan
oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum - oknum
tersebut telah mendapat keuntungan dengan
melakukan Webhosting gambar - gambar porno di
beberapa perusahaan Webhosting yanga ada
di Amerika Serikat.
2. Pemalsuan Kartu Kredit, adalah laporan pengaduan
dari warga negara Jepang dan Perancis
tentang tindak pemalsuan kartu kredit
yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet.
3. Hacking Situs, adalah hacking beberpa situs,
termasuk situs POLRI, yang pelakunya di
identifikasikan ada di wilayah RI.
Sulitnya menciptakan peraturan -
peraturan di CyberSpace, khususnya membuat CyberCrime Law, adalah disebabkan
perubahan - perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi informasi
yang membalikkan paradigma - paradigma. Untuk membuat ketentuan hukum yang
memadai di dunia maya. Tampaknya harus terpaksa rela menunggu revolusi mulai
reda kiranya penting untuk belajar tentang bagaimana dahulu teknologi -
teknologi massal mengawali kematangannya.
Teknologi informasi dalam beberapa waktu
yang akan datang tampaknya akan terus berubah dengan cepat untuk menuju tingkat
kemapanannya sendiri. Selama dalam proses ini, masyarakat dunia maya sepertinya
akan mampu menjadi masyarakat yang dapat melakukan pengaturan sendiri (self
regulation). Kendati demikian, karena dampak CyberSpace sangat besar bagi
kehidupan secara keseluruhan, campur tangan negara - negara yang sangat
diperlukan, khusussnya dalam merancang CyberCrime Law.
http://www.centroone.com/lifestyle/2013/04/y/polda-metro-jaya-punya-satelit-cyber-crime/
Polda Metro Jaya Punya Satelit Cyber Crime
Senin, 29 Apr 2013 - 19.53 WIB
ilustrasi (ist)
RELATED NEWS
Jakarta - Polda Metro Jaya memiliki satelit cyber crime yang dibangun atas
kerjasama Mabes Polri dengan kepolisian Australia (Australia Federal Police),
guna mengungkap pelaku kejahatan internasional.
"Satelit ini diharapkan mampu mengungkap kasus cyber, karena dunia
kejahatan menggunakan internet semakin berkembang," kata Wakil Kepala
Polri (Wakapolri), Komisaris Jenderal Poisi Nanan Sukarna di Jakarta, Senin.
Nanan mengatakan kerjasama Polri dengan kepolisian Australia telah
berlangsung sejak 2010 dan rencana lima Polda di Indonesia akan dibangun
satelit serupa. Sementara itu, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim)
Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Sutarman menuturkan Cyber Crime
Investigations Satelite memudahkan pengungkapan kasus jaringan teroris.
"Cyber crime berkaitan dengan kejahatan lainnya, termasuk upaya
menelusuri pendanaan jaringan teroris," ujar Sutarman.
Sutarman mengungkapkan pelaku terorisme berkomunikasi melalui berbagai
jaringan dunia maya, seperti surat elektronik dan pesan singkat. Contohnya,
kasus peledakan bom Bali berhasil diungkap berdasarkan teknologi informatika
yang dimiliki Mabes Polri. Selain itu, katanya, satelit cyber crime dapat
mengungkap kejahatan dengan cara membobol situs internet (hacker). (ant)
Editor:YL.antamaputra
http://www.tribunnews.com/2013/04/29/satelit-cyber-crime-polda-metro-bisa-monitor-kejahatan-hacker
Satelit Cyber Crime Polda Metro Bisa Monitor Kejahatan Hacker
Senin, 29 April 2013 12:42 WIB
TRIBUNNEWS.COM/THERSIA FELISIANI
TRIBUNNEWS.COM,
JAKARTA--Ulah para hacker yang
merusak situs, kini bisa terpantau dengan adanya kerjasama antara
Kepolisian Australian dengan Cyber Crime Polda Metro Jaya melalui satelit cyber
crime.
Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Sutarman mengatakan jika saat ini kejahatan
cyber atau kejahatan di dunia maya sudah sangat membahayakan.
"Cyber crime ini sangat membahayakan, website kepresidenan saja bisa
dihacker. Coba bayangkan kalau server perbankan di hacker pasti bisa
menghancurkan perekonomian kita," ungkap
Sutarman, Senin (29/4/2013) usai peresmian ruang Cyber Crime di Mapolda Metro
Jaya.
Sutarman juga menambahkan adanya satelit yang dimiliki Cyber Crime Polda Metro
Jaya
ini bisa memonitor para hacker dan bisa mengungkap kejahatan-kejahatan cyber.